Taraaaa … apa kabar kawan??

Lama ya tak ada kabar. Pakdesungung tiba-tiba ga pernah nongol. Forum detik pun jarang disambangi. Semangat nulis ngedrop tiba-tiba, ga ketulungan sampai berminggu-minggu. T.T

Sedikit merasa tergelitik dengan postingan salah satu member forum detik yang mengartikan pemusnahan barang oleh bea cukai sebagai ajang bagi petugas bea cukai untuk memiliki barang sitaan.

Benarkah anggapan demikian? Kita coba kupas yuk.

 

Pengertian Pemusnahan

Sedikitnya ada dua jenis pemusnahan yang dilakukan oleh bea cukai sejauh sepengetahuan saya, yaitu:

  • pemusnahan terhadap Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, pemusnahan dirtikan sebagai tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Negara/Daerah. Jenis pemusnahan ini umum ada di semua instansi pemerintah;
  • pemusnahan terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai (selanjutnya disingkat BTD), Barang yang Dikuasai Negara (BDN) dan Barang yang Menjadi Milik Negara (selanjutnya disingkat BMN) sebagimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 62/PMK.04/2011. Berdasarkan Peraturan Menteri ini, pemusnahan diartikan sebagai kegiatan untuk menghilangkan wujud awal dan sifat hakiki suatu barang.

Namun tulisan saya kali ini hanya akan mengupas pemusnahan barang pada jenis yang kedua, yakni pemusnahan BTD, BDN, dan BMN. Kedua jenis pemusnahan di atas prinsipnya sama saja kok J, ada mekanisme pembuktian (dengan Berita Acara Pemusnahan) dan ada mekanisme pertanggungjawabannya.

 

Barang-Barang Apa Saja yang Dimusnahkan

Seperti yang telah saya sebutkan di atas, tulisan ini akan lebih fokus membahas pemusnahan barang sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 62/PMK.04/2011. Namun banyak hal yang pasti akan membuat kita penasaran, karena pemusnahan ini di antaranya dilakukan terhadap barang hasil tegahan bea cukai.

Kiriman Ibu sudah tidak dapat diurus, selanjutnya akan didestroy bea cukai”. Begitu kira-kira penjelasan salah satu Perusahaan Jasa Titipan (PJT) “X” di lingkungan Bandara Soekarno-Hatta kepada penerima barang apabila suatu barang kiriman tidak dilengkapi kekurangan dokumennya oleh penerima barang mendekati atau telah lewat waktu 30 hari. Biasanya barang-barang yang termasuk dalam kategori barang pembatasan yang akan lebih sering menemui masalah serupa.

Eits … tunggu. Barang Pembatasan? Hayoo apaa … hehe. Bagi kawan-kawan yang belum sempat membaca tulisan saya sebelumnya tentang Barang Pembatasan, boleh mampir di https://pakdesungsung.wordpress.com/2015/02/08/hati-hati-tidak-semua-barang-bisa-diimpor/.

Barang impor berupa barang pembatasan umumnya lebih sering menemui kendala pada saat impornya. Mengapa demikian? Biasanya kendala tersebut terjadi karena kurangnya informasi yang dimiliki oleh importir tentang perizinan-perizinan yang masih harus dilengkapi untuk bisa menyelesaikan impor barang tersebut. Akhirnya importir membutuhkan waktu untuk bisa mendapatkan perizinan tersebut atau malah justru tidak bisa mendapatkan perizin tersebut. Dalam banyak kejadian, barang-barang pembatasan seperti ini akan di-abandon (dibiarkan/tidak diurus) oleh pemilik barang dan terkatung-katung di gudang (baca: Tempat Penimbunan Sementara) dalam waktu yang lama. Ditjen Bea Cukai sebagai instansi yang mengawasi pemasukan barang impor, tentu tidak membiarkan kegiatan impor terkendala akibat timbulnya stagnasi di gudang penimbunan yang penuh akibat barang-barang yang di-abandon tersebut. Barang-barang yang di-abandon melebihi jangka waktu tertentu akan dipindahkan ke gudang bea cukai (baca: TPP) untuk selanjutnya (bila masih belum diselesaikan oleh importir) barang tersebut akan dilelang, dimusnahkan, dihapuskan, dihibahkan, atau ditetapkan status peruntukkannya sesuai ketentuan perundangan setelah mendapatkan keputusan dari Menteri Keuangan. Kesemuanya dilakukan untuk mengamankan hak keuangan negara atas barang impor tanpa mengesampingkan unsur pengawasan.

Kita lihat aturannya dulu yuks. Peraturan Menteri Keuangan nomor 62/PMK.04/2011 tentang Penyelesaian terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik Negara mengatur bahwa terhadap:

  • Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai (BTD) yang busuk, segera dimusnahkan;
  • Barang yang Dikuasai Negara (BDN) yang busuk, segera dimusnahkan;
  • Barang yang menjadi Milik Negara (BMN) dapat diusulkan untuk dimusnahkan dalam hal BMN tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat dihibahkan atau alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan.

Nah lo, bisa pusing nih pala berbie. BTD, BDN, BMN itu apa sih pak dee …

Jadi gini kawan-kawan. Di bea cukai itu ada istilah BTD, BDN, dan BMN. Pemusnahan barang erat dengan ketiga istilah tersebut.

BTD adalah:

  • Barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara yang berada di dalam area pelabuhan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penimbunannya;
  • Barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara yang berada di luar area pelabuhan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak penimbunannya;
  • Barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat yang telah dicabut izinnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pencabutan izin; atau
  • barang yang dikirim melalui Pos:
  • yang ditolak oleh si alamat atau orang yang dituju dan tidak dapat dikirim kembali kepada pengirim di luar Daerah Pabean;
  • dengan tujuan luar Daerah Pabean yang diterima kembali karena ditolak atau tidak dapat disampaikan kepada alamat yang dituju dan tidak diselesaikan oleh pengirim dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pemberitahuan dari Kantor Pos.

Kalau masih belum paham dengan pengertian BTD, saya ilustrasikan contoh BTD di antaranya adalah barang impor yang tiba dari luar negeri (baca: luar Daerah Pabean) tetapi karena sesuatu hal menyebabkan tidak diselesaikan/tidak dapat diselesaikan oleh pemiliknya melebihi waktu timbun 30 hari atau 60 hari. Alasan tidak dapat diselesaikan impornya ada beberapa hal, di antara yang paling sering terjadi adalah karena dokumen impor yang tidak lengkap dan karena kealpaan salah satu pihak di rantai informasi logistik (misalnya importir lupa menyelesaikan impornya). Contoh lainnya adalah adalah kiriman pos yang tidak dapat dikirim ke penerima maupun dikembalikan kepada pengirim di dalam atau luar negeri. Bisa jadi diakibatkan oleh alamat/identitas pengirim dan penerima yang tidak lengkap atau karena ada kedala saat pengiriman yang menyebabkan data pengirim atau penerima tidak dapat diketahui. Barang-barang seperti ini jika dibiarkan terus dapat menyebabkan stagnasi di gudang-gudang penimbunan barang. Oleh karenanya salah satu penyelesaian BTD yang busuk adalah dengan cara dimusnahkan.

Sedangkan BDN adalah:

  • barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam Pemberitahuan Pabean;
  • barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai; atau
  • barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal.

Nah membahas BDN asik nih. Buat kawan-kawan yang sering mendengar istilah “penyitaan” dan concern atau tertarik dengan topik tersebut, saya mau berbagi pengetahuan sedikit ya. Sebenarnya penyitaan di bea cukai tidak seperti yang kawan-kawan pikirkan lho. Beberapa di antara kawan-kawan mengartikan penyitaan sebagai tindakan mengambil alih secara paksa suatu benda (bergerak atau tak bergerak) dari pemilik karena tidak dilengkapi dengan dokumen perizinan dari instansi teknis terkait pada saat impor. Dan karenanya sering dijadikan ajang bagi petugas bea cukai untuk memiliki barang tersebut.

Saya coba luruskan ya. Istilah penyitaan di bea cukai sebenarnya hanya terdapat pada terminologi penagihan piutang negara di bidang kepabeanan dan cukai secara AKTIF. Penyitaan terhadap aset bergerak dan tak bergerak dilakukan oleh Jurusita Bea dan Cukai apabila seorang wajib bayar tidak menyelesaikan kewajiban membayar utang terhadap negara melebihi jangka waktu tertentu (didahului dengan penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa dan SP3 untuk pelimpahan penagihan piutang pajak ke Direktorat Jenderal Pajak, dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan). Adapun tindakan petugas bea cukai untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang impor/ekspor sampai dipenuhinya kewajiban pabean disebut PENEGAHAN. Penegahan inilah yang sering diistilahkan secara awam sebagai penyitaan. Penegahan yang mungkin lebih sering diketahui masyarakat adalah tindakan penegahan terhadap barang larangan (seperti narkoba, sextoys, penyelundupan kayu gelondongan, penyelundupan rotan) dan tindakan penegahan terhadap impor barang pembatasan yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar (misalnya membawa masuk uang lebih dari 100 juta tanpa memberitahukannya kepada Pejabat Bea dan Cukai atau membawa masuk handphone lebih dari 2 pieces tetapi hanya dilaporkan 2 pieces). Terhadap barang-barang yang ditegah tersebut bea cukai akan menetapkannya sebagai Barang yang Dikuasai Negara (BDN). Atas tindakan penegahan tersebut, petugas bea cukai akan membuat Berita Acara Penindakan dan Surat Bukti Penindakan. Teknis penanganannya tidak saya bahas di sini karena akan terlalu panjang. Tapi yang perlu kawan-kawan ketahui penyelesaian terhadap barang yang ditegah itu jelas dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum kok. Bukan malah untuk dibawa pulang petugas bea cukai. Hehe. BDN yang termasuk dalam kategori barang pembatasan dan barang larangan akan ditetapkan menjadi BMN. Adapun BDN yang busuk sebelum ditetapkan menjadi BMN segera dimusnahkan. Ok, BDN dah clear ya.

Adapun BMN adalah:

  • BTD yang merupakan barang yang dilarang untuk diekspor atau diimpor, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan;
  • BTD yang merupakan barang yang dibatasi untuk diekspor atau diimpor, yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean atau tempat lain yang berfungsi sebagai Tempat Penimbunan Pabean;
  • barang dan/ atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal;
  • barang dan/ atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal yang tidak diselesaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean atau tempat lain yang berfungsi sebagai Tempat Penimbunan Pabean;
  • BDN yang merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor; atau
  • barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan dirampas untuk negara.

Untuk memberikan pemahaman lebih baik, saya ilustrasikan beberapa contoh BMN adalah BTD yang merupakan barang larangan, BTD berupa barang pembatasan impor/ekspor yang tidak diselesaikan pemiliknya dalam jangka waktu 60 hari sejak disimpan di TPP, BDN yang merupakan barang yang dilarang/dibatasi, dan lain-lain. BMN adalah aset/kekayaan negara, karenanya harus memiliki peruntukkan yang jelas. BMN yang tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat dihibahkan atau alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan umumnya akan diusulkan oleh Kepala Kantor Pabean kepada Menteri Keuangan untuk dimusnahkan.

 

Fiuhh … panjang kali tulisannyaa. Hehe tapi saya jadi lumayan plongg. Daripada di belakang nanti masih bingung BTD, BDN, dan BMN mending saya tulis sedikit. Tapi kalau masih bingung, ya udah lupain aja … :p

Kesimpulannya sebenarnya cuma gini kok, bahwa pemusnahan di bea cukai (sesuai topik tulisan ini) hanya dilakukan terhadap BTD dan BDN yang busuk dan BMN telah mendapat persetujaun Menteri Keuangan untuk dimusnahkan (dalam hal BMN tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat dihibahkan atau alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan). Jadi proses pemusnahan bukanlah hal sepele, melainkan melalui proses penelitian (untuk menentukan apakah barang secara hukum telah layak dimusnahkan) dan pengawasan (baik fisik maupun administrasi) serta pengendalian yang ketat. Berdasarkan pengalaman saya bekerja, sebelum dilakukan pemusnahan Kepala Kantor Pabean akan menetapkan pembentukan tim pemusnahan. Tim ini biasanya terdiri dari pejabat dan pegawai dari Seksi Administrasi Manifes, Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai, Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi, Seksi Penindakan dan Penyidikan, dan Seksi Kepatuhan Internal. Seluruh aparat pengawasan baik dari unit enforcement dan pengawas kepatuhan pelaksanaan tugas ikut andil mengawasi proses pemusnahan. Tamu undangan dari kepolisian dan beberapa instansi di lingkungan pelabuhan serta pengusaha pergudangan juga turut menyaksikan prosesnya. Beberapa media juga umumnya diundang untuk ikut menyaksikan dan meliput prosesnya.

Jadi kawan-kawan tidak perlu kuatir dengan penjelasan salah satu PJT “X” yang sering menyampaikan bahwa barang impor milik kawan-kawan akan di-destroy bea cukai. Proses untuk bisa di-destroy itu panjang kok (selama barangnya tidak busuk). Sebelum menjadi BMN barang tersebut masih bisa diselesaikan impornya oleh importir, sepanjang semua dokumen impornya telah dilengkapi.

 

Tahapan Pemusnahan

Telah saya uraikan sedikit pada subjudul di atas, “Barang-Barang Apa Saja yang Dimusnahkan”, bahwa BTD dan BDN yang busuk akan segera dimusnahkan. Lho kok asal main musnahin barang? Tentu saja demikian, karena penyimpanan barang membutuhkan cost. Sementara pemilik barang tidak menyelesaikan kewajiban impornya sampai barang tersebut busuk. Dari situ sudah ada indikasi abandon atau pembiaran oleh pemilik barang. Dengan alasan efisiensi ruang dan space penimbunan yang terbatas serta efisiensi biaya penyimpanan, barang-barang busuk seperti ini harus segera dimusnahkan baik dengan atau tanpa persetujuan pemilik barang. Sebagai bukti pelaksanaan pemusnahan dibuatkan Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani Pejabat Bea dan Cukai.

Adapun terhadap BMN, untuk bisa dimusnahkan terlebih dahulu harus disampaikan usulan peruntukkan BMN (untuk dimusnahkan) kepada Menteri Keuangan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. Setelah terbit Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang peruntukkan BMN (untuk dimusnahkan), barulah proses pemunahan tersebut dapat dilakukan. Sebagai bukti pelaksanaan pemusnahan dibuatkan Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani Pejabat Bea dan Cukai.

Sebagai catatan, perlu saya sampaikan bahwa suatu barang untuk dapat dimusnahkan sebagai BMN, melalui tahapan yang cukup panjang (berdasarkan pengalaman saya bisa memakan waktu 6 bulan bahkan lebih sejak barang tersebut tiba di pelabuhan).

  1. Tahapan dimulai dengan membuat daftar barang impor tidak diselesaikan oleh pemilik barang hingga melebihi waktu timbun 30 atau 60 hari (BCF 1.5);
  2. Kemudian barang ditetapkan sebagai BTD dan dipindahkan ke Tempat Penimbunan Pabean (TPP);
  3. Pemilik barang diberitahukan secara tertulis untuk segera menyelesaikan impornya dalam jangka waktu 60 hari sejak barang disimpan di TPP;
  4. Apabila telah lewat waktu 60 hari maka BTD yang termasuk barang yang dilarang dan/atau dibatasi impornya ditetapkan sebagai BMN sedangkan selainnya akan dilelang (uang hasil lelang setelah dikurangi dengan hak mendahulu dan hak-hak lain sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 62/PMK.04/2011 dikembalikan kepada pemilik barang);
  5. BMN merupakan kekayaan (aset negara) sehingga peruntukkannya diusulkan oleh Kepala Kantor Pabean ke Menteri Keuangan;
  6. Menteri Keuangan melalui KPKNL menetapkan peruntukkan BMN (di antaranya adalah untuk dimusnahkan).
  7. Dilakukan lelang terbuka/penunjukkan langsung untuk mencari rekanan yang dapat melakukan pemusnahan atau dapat pula dibentuk tim untuk melakukan pemusnahan (dengan Surat Keputusan kepala kantor pabean).

 

Bagaimana Bea Cukai Melakukan Pemusnahan

Sebagaimana kita ketahui di awal, bahwa pemusnahan adalah kegiatan untuk menghilangkan wujud awal dan sifat hakiki suatu barang. Umumnya (berdasarkan pengalaman penulis), bea cukai melalukan pemusnahan dengan cara:

  • Menghancurkan dengan palu/alat penghancur/atau alat berat;
  • Membakar; atau
  • Memasukkan ke dalam alat pemusnah.

Ada beberapa foto yang saya miliki untuk menggambarkan pemusnahan barang yang pernah dilakukan di kantor tempat saya bertugas dulu. Tampak di foto 1: Pejabat dari Kantor Wilayah DJBC Banten, foto 2: Kepala KPPBC Tipe Madya Pabean Soekarno-Hatta (Bapak Okto Irianto), dan foto 3: Kepala Subseksi Administrasi Manifes (Pak Muslih).

DSC_1225

foto (1)

DSC_1204

foto (2)

DSC_1157

foto (3)

Demikian tulisan saya, semoga bermanfaat dan dapat membuka wawasan kita tentang pemusnahan yang dilakukan oleh Bea Cukai. InsyaAllah saya sambung lagi dengan topik lain yang menarik untuk diikuti.

Salam,