Iya benar! Uang hasil pembayaran bea masuk dan pajak impor akan masuk ke kantong/rekening petugas bea cukai.

Kurang lebih itu jawaban saya bila ada yang bertanya tentang peruntukkan bea masuk, bea keluar, dan pajak impor sebagai penerimaan negara. Bagaimana tidak, penerimaan negara (berupa uang) yang terkumpul dari pembayaran bea masuk, pajak impor, dan penerimaan negara lainnya memang masuk ke kantong bea cukai, jaksa, polisi, penghulu, dan PNS-PNS lainnya sebagai pembayaran gaji dan tunjangannya; untuk mengaspal jalan; membiayai sekolah anak-anak kita di SD-SMP-SMA; dan masih banyak lagi. Memang itu tujuan pajak dipungut kan ? :).

Tidak berhenti di situ saja. Karena bahasan ini tidak akan menarik bila tampil dengan judul yang tidak “wah”. Hehe.

Di samping keinginan saya menjawab pertanyaan beberapa orang, saya ingin mengangkat topik tentang mekanisme pembayaran bea masuk dan pajak impor untuk menambah ulasan-ulasan seputar kepabeanan dan cukai.

 

Memeras Uang Rakyat, Dibilangnya

“Dasar Bea Cukai, pajak digedhe2in ?!… Ga pernah puas meresin uang rakyat ya Pak? Allah Mahatahu Pak, Ia tidak tidur. Semoga Allah yang akan membalas perbuatan Bapak dan kawan-kawan Bapak”.

Ngelus dada ya kalau denger ucapan seperti ini. Hehe. Tapi saya justru senang bila di akhir percakapan diakhiri dengan doa. Saya ucapkan aamiin dalam hati karena isi doanya baik, bea cukai didoakan supaya mendapatkan balasan atas pelayanannya yang profesional. Sambil berdoa pula supaya kawan-kawan sebelah tidak pernah lelah mengangkat telepon dan membalas email-email dari masyarakat dan pengguna jasa. Hehe. Bravo Bea Cukai!!!

Oya, ada yang sudah tahu “Bravo Bea Cukai”? Sekarang Bea Cukai sudah punya layanan Call Center seperti Kring Pajak lho. Namanya Bravo Bea Cukai. Petugasnya cantik-cantik dan ganteng-ganteng dan tentu saja ramah. Nomor yang bisa dihubungi untuk mendapatkan layanan ini adalah

021-1500225

Ini akan sangat membantu sekali bila kita ingin berkonsultasi atau meminta layanan informasi kepabeanan dan cukai melalui telepon.

Kembali ke memeras uang. Kita perlu luruskan pandangan miring ini ya. Simak terus …

 

Dosa Zaman Dahulu yang Belum Bisa “Dilupakan”

Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan memang berdampak pada kenaikan penghasilan para pegawainya sehingga takheran bila masyarakat kemudian menganggap PNS Kementerian Keuangan pasti hidup sejahtera dan punya banyak aset (baca: kaya). Padahal kenyataaannya tidak sepenuhnya demikian. Uang (rizki) yang didapat kan tidak mesti hanya dari penghasilan bekerja menjadi PNS saja. Warisan orang tua suami dan orang tua istri, pemberian dari Saudara, penghasilan istri, hasil usaha dan bisnis lain tentu akan menambah penghasilan seseorang.

Namun pandangan miring tentang “dosa-dosa” di masa lalu sepertinya masih sulit untuk dilupakan. Bea Cukai dikatakan sebagai “raja” pelabuhan pada saat itu (walaupun tidak semua pegawai bea cukai memanfaatkan lahan basah itu untuk mencari keuntungan). Banyak yang takut berurusan dengan bea cukai. Suap dan pungutan takresmi banyak ditemukan di lini-lini pelayanannya.

Dosa inilah yang sedikit banyak menjadi tantangan petugas bea cukai di saat mereka berusaha berbenah dan tampil profesional. Akan tetapi akan dirasakan lebih berat oleh darah-darah (pegawai-pegawai) baru di bea cukai. Silakan cek, pegawai-pegawai muda saat ini mendominasi di banyak kantor pelayanan bea cukai, tampil sebagai frontliner pelayanan yang berhadapan langsung dengan pengguna jasa mereka, masyarakat usaha dan industri. Bayangkan bila di awal mereka bekerja sudah diperlakukan seperti koruptor musuh masyarakat. Tentu sangat tidak adil. Mereka bekerja sembari menanggung dosa yang tidak pernah mereka lakukan.

Sistem pembayaran tunai dan lemahnya pengawasan menjadi sebab utama timbulnya suap dan pungutan takresmi. Oleh karena itu dilakukan pembenahan dengan mengotomasi sebanyak mungkin pelayanan termasuk yang berkaitan dengan pembayaran bea masuk dan pajak impor di samping peningkatan pengawasan oleh aparat pengawasan internal pemerintah (Unit Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) serta aparat pengawasan eksternal (Badan Pemeriksa Keuangan). Pembayaran bea masuk dan pajak impor tidak lagi dilayani secara tunai (kecuali pada kantor-kantor tertentu yang letaknya jauh dari bank devisa persepsi dan kantor pos persepsi).

 

Dimana Membayar Bea Masuk dan Pajak Impor?

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 213/PMK.04/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 30/PMK.04/2013 diatur bahwa:

  • Pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor (yakni bea masuk, pajak impor, dll) dilakukan Wajib Bayar di Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi,
  • Pembayaran penerimaan negara atas impor barang yang dilakukan penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas dapat dilakukan di Kantor Bea Cukai,
  • Pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor untuk barang-barang kiriman pos dilakukan di Kantor Pos.

Mencermati aturan di atas, telah jelas bahwa pembayaran bea masuk dan pajak impor tidak lagi dilakukan secara tunai di Kantor Bea Cukai (kecuali barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas). Wajib bayar melakukan pembayaran bea masuk dan pajak impor secara langsung ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi. Bukti pembayaran (SSPCP) kemudian diserahkan kepada petugas bea cukai sebagai bukti pembayaran bea masuk dan pajak impor.

Saat ini sudah dilakukan sentralisasi sistem pembayaran bea masuk dan pajak impor, sehingga yang melakukan rekonsiliasi pembayaran adalah Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Impor Bea Cukai. Pembayaran berlebih akan ditolak oleh sistem, dan pembayaran dengan nominal lebih kecil tidak dilayani hingga nilai yang dibayar benar-benar sama dengan jumlah kewajiban pembayaran. Dengan cara ini diharapkan memperkecil kemungkinan timbul kurang ataupun lebih bayar dari penghitungan yang disampaikan importir.

Pada tulisan saya sebelumnya berjudul Mari Menghitung Bea Masuk dan Bea Keluar telah saya sampaikan bahwa pemenuhan kewajiban pembayaran bea masuk dan pajak impor umum dilakukan dengan menerapkan prinsip self asessment, dimana importir menghitung, membayar ke kas negara, dan melaporkan sendiri bea masuk dan pajak impor yang terutang atas barang impornya. Penghitungan dan pembayaran importir kemudian akan dilakukan pemeriksaan oleh bea cukai dengan menerapkan manajemen risiko.

Mekanisme yang berlaku atas barang kiriman agak sedikit berbeda. Barang kiriman diberikan persetujuan pengeluaran setelah bea masuk dan pajak impor ditetapkan secara official asessment (dihitung petugas bea cukai) dan diberikan tenggang waktu 3 hari kerja untuk melakukan pembayaran bea masuk dan pajak impor ke Kas Negara. Umumnya perusahaan jasa titipan (seperti JNE, DHL, Fedex, TNT, dll) akan membayar talangan bea masuk dan pajak impornya ke Bank Devisa Persepsi sebelum melakukan penagihan langsung ke penerima barang untuk menghindari penalti/denda karena terlambat melakukan pembayaran. Atas pembayaran ini, Perusahaan Jasa Titipan akan diberikan SSPCP oleh Bank Devisa Persepsi.

Sedangkan kiriman pos hanya dapat diambil penerima barang bila kiriman tersebut telah dilakukan pelunasan di loket kantor pos. Jadi penerima barang sendiri yang harus datang ke kantor pos, melakukan pembayaran, sekaligus mengambil kiriman posnya. Oleh petugas pos Anda akan diberikan bukti pembayaran berupa SSPCP sebagai bukti bahwa pembayaran bea masuk dan pajak impor masuk ke Kas Negara.

Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak, yang selanjutnya disingkat dengan SSPCP adalah  surat yang digunakan untuk melakukan pembayaran dan sebagai bukti pembayaran atau penyetoran  penerimaan negara.

Bila memperhatikan ketentuan pembayaran di atas dan praktek yang berjalan di bea cukai, Anda tidak akan menemukan loket pembayaran bea masuk dan pajak impor di Kantor Bea Cukai kecuali bila Anda sebagai penumpang atau pelintas batas yang baru saja melakukan perjalanan ke luar negeri. Di kantor tempat saya bekerja sebelumnya (Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta), telah memfasilitasi pembayaran bea masuk dan pajak impor dengan mesin EDC, jadi Anda bisa menggunakan kartu kredit/kartu debet untuk membayar bea masuk dan pajak impor. Dan rekening tujuan pembayaran tentu bukan rekening pribadi pegawai, melainkan nomor rekening bendahara penerimaan kantor. Hari kerja berikutnya bendahara penerimaan kantor akan menyetorkan uang pembayaran bea masuk dan pajak impor yang masuk ke rekeningnya ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi dan akan diberikan bukti pembayaran berupa SSPCP dan bukti setor ke Kas Negara oleh bank.

Jadi bagaimana menurut Anda, masuk ke kantong petugas bea cukai kah pembayaran bea masuk dan pajak impor? J

Bisakah Melakukan Pembayaran Melalui ATM?

Pembayaran melalui ATM saat ini belum difasilitasi oleh bea cukai. Kembali pada ketentuan Peraturan Menteri nomor 213/PMK/04/2008 di atas bahwa pembayaran dilakukan melalui Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi (setor ke bank atau kantor pos).

Bank Devisa Persepsi dan Pos Persepsi diartikan sebagai Bank umum dan Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan yang untuk menerima pembayaran penerimaan negara atas impor.

Tidak semua bank umum bisa melayani pembayaran bea masuk dan pajak impor. Jadi bila Anda mau membayar bea masuk dan pajak impor, pastikan terlebih dahulu bank yang Anda datangi telah berstatus Bank Devisa Persepsi dengan menanyakannya langsung kepada Bank bersangkutan. Hal ini berlaku pula untuk Pos Persepsi.

Hati-Hati Penipuan!

Ternyata pembayaran bea masuk dan pajak impor sering dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk menipu dan memeras masyarakat. Masyarakat yang awam dengan cara pembayaran bea masuk dan pajak impor dapat menjadi sasaran penipuan dengan modus sebagai berikut:

  1. Iklan di facebook, internet, atau di medsos lain menawarkan barang (umumnya handphone) dengan harga yang sangat murah bila dibandingkan dengan kewajaran harga pasar. Anda tertarik kemudian melakukan pemesanan barang dan melakukan transaksi pembayaran. Tiba-tiba ada seseorang mengaku bea cukai menelpon Anda dan menyatakan bahwa barang yang Anda beli dengan harga murah adalah barang selundupan. Anda diminta sejumlah uang agar Anda tidak diproses hukum karena membeli barang ilegal ke nomor rekening pribadi tertentu. Setelah Anda bayar, barang yang Anda beli itu ternyata tidak bisa Anda miliki karena ternyata barangnya tidak pernah ada. Ini sudah banyak terjadi.
  2. Anda menerima email spam berisi pemberitahuan bahwa ada seseorang yang akan memberikan Anda hadiah uang atau benda berharga lainnya karena ia merasa terancam di negaranya atau ingin berkenalan dengan Anda secara lebih dekat. Anda merespon email tersebut dengan memberikan nomor telepon, nama Anda, dan alamat Anda. Anda kemudian diberikan kabar bahwa Anda dikirimi uang dengan nilai yang cukup besar (umumnya dalam mata uang Dollar Amerika). Namun selanjutnya ada seseorang yang mengaku sebagai petugas bea cukai menelpon Anda dan memberikan kabar bahwa uang yang dikirimkan kepada Anda ditahan oleh petugas bea cukai karena terindikasi sebagai barang ilegal. Anda diminta sejumlah uang agar uang tersebut dapat dilepaskan selanjutnya dikirim ke alamat Anda. Namun setelah Anda transfer uang, barang tersebut tetap tidak dapat Anda dapatkan karena barang tersebut tidak pernah ada.
  3. Anda memperoleh Arrival Notice dari perusahaan pengapalan/maskapai penerbangan bahwa barang impor yang Anda pesan sudah tiba di pelabuhan. Namun selanjutnya ada seseorang yang menghubungi Anda dan menawarkan kemudahan proses impor (walaupun tanpa dokumen yang lengkap). Anda kemudian diminta sejumlah uang untuk pembayaran bea masuk dan pajak oleh seseorang tersebut. Ternyata orang tersebut akhirnya tidak dapat Anda hubungi kembali. Barang impor ditimbun lama di pelabuhan, sampai importir sadar bahwa orang yang menghubunginya tersebut tidak pernah membantunya menangani impor. Modus ini umumnya menimpa importir yang baru pertama kali melakukan impor sehingga sangat awam dengan ketentuan impor dan dengan mudah dapat dirayu untuk transfer uang kepada seseorang yang mengaku telah berpengalaman menangani impor.